Telaah Sisi Lain Batavia

Buku ‘Kehidupan Sosial di Batavia’ karya Jean Gelman Taylor
 (Masup Jakarta: Jakarta, 2009)

Oleh: Moch. Nurfahrul Lukmanul Khakim

(140731807743)

Kaver buku Kehidupan Sosial di Batavia

Kehidupan awal mengenai kedatangan bangsa asing, khususnya Eropa, menjadi bahasan yang menarik dalam buku ini. Kehadiran bangsa Eropa dalam misi dagang itu bukan sekedar membawa dan menimbulkan hubungan ekonomi, tetapi juga aspek sosial yang berisi gaya hidup dan persaingan status. Semua itu dijelaskan dengan narasi yang baik dalam buku ini dalam paparan informasi yang kronologis.
Buku ini memperlihatkan informasi mengenai posisi tertinggi mulai dari gubernur jenderal sampai gaya hidup saat itu. Sebagian besar gubernur jendral meniti karir dari bawah. Dimulai dari jadi anak buah kapal dan pedagang junior. Status kewarganegaraan sangat penting dalam jabatan gubernur jenderal. Sedikit prajurit yang berhasil jadi gubernur jenderal.
            Kehidupan para pedagang juga menarik untuk disoroti. Pedagang menempati status sosial yang lebih tinggi daripada kapten. Perdagangan ini memicu berkumpulnya begitu banyak orang berasal dari berbagai negara sehingga bahasa Belanda tidak dijadikan sebagai bahasa pengantar. Banyak prajurit dan pedagang yang menetap di Batavia sebagai orang bebas.
Catatan mengenai populasi mayarakat Eropa dapat dilihat pada buku pernikahan tentang VOC diproduksi oleh E. C. Godee Molsbergen. Buku tersebut penting untuk mengetahui pola perkawinan di Batavia saat itu, terutama mengenai posisi perempuan. Peran perempuan sangat sedikit ditulis walau perempuan punya posisi yang signifikan dalam kehidupan di Batavia. Status perempuan tergantung karir suami.
Beberapa peristiwa menarik yang luput dari perhatian sejarah dijelaskan dengan analisis yang baik dalam buku ini. Mualaf Belanda dari ras Eurasia: Pieter Erberveld ialah memberontak karena dikucilkan kalangan Belanda pada abad 18. Hal ini menunjukkan kegagalan katekisasi yang masih berbaur dengan sentimen rasial dan status sosial. Perempuan muda Belanda lebih nyaman menari dengan kaki telanjang. Buku, mainan, dan novel diimpor dari Belanda sebagai upaya edukasi membesarkan anak dengan cara Eropa. Kedua hal tersebut barangkali merupakan dampak dari kemalasan istri Eropa dalam mendidik anak dan menyerahkan semua tanggung jawab membesarkan anak kepada para budak pribumi. Dampak besarnya: anak-anak Eropa akhirnya lebih dekat dan lebih paham tentang bahasa dan budaya para budak daripada budaya Eropa sendiri.
Perkembangan imigasi menunjukkan geliat ekonomi yang baik. Hal ini ditunjukkan dengan lelang properti laris: menandakan imigran berkembang. Imigran meningkat maka klab ikut berkembang pesat karena imigran tersebut sebagian besar ialah laki-laki. Kehidupan orang Belanda di Indonesia berbeda dengan di Belanda harus disadari sebagai hal mutlak bagi imigran. Iklan sebagai bukti adanya gelombang imigran Eropa dan segala organisasi yang menyertainya. Surat kabar sebagai sumber penelitian terpercaya pada era ini ialah Locomotief.
Keunikan kajian dalam buku ini ialah kemampuan menggunakan karya sastra untuk menelaah kehidupan masyarakat Batavia saat itu. Penggunaan karya sastra sejarah yang terbit sezaman sangat jarang digunakan untuk melihat sisi lain kehidupan masyarakat VOC. Para penulis peranakan Eruasia dan Mestizo mencoba menebarkan simpati lewat karya sastra: berupa novel, puisi, dan cerpen, walau mungkin peran mereka masih terbatas.
Novel Fransie karya Marie Frank: perempuan Jawa hasil pergundikan yang malang nasibnya karena dia harus rela menyerahkan calon suaminya kepada adik tirinya yang lebih Eropa. Francoise Junius menulis cerita pendek berjudul Ibu Willie tentang  keturunan gundik yang piatu. Beruntung Dorman, ayahnya sangat mencintainya. Walau Dorman terpaksa menempatkan Willie di kampung. Kegigihan cinta Dorman pada putrnya membuat Cecilia, istri kedua, sadar dan ikut memperjuangkan Willie. Karya sastra ini sempat tidak mendapatkan tempat karena hanya ditujukan pada para perempuan saat itu. Apalagi peran pperempuan sangat minim dalam ranah politik.
Marie Sloot menulis novel berjudul Resident’s Family untuk menentang hegemoni rasial di Hindia Belanda dan menunjukkan kesamaan derajat antar manusia. Dia membalik pandangan pelancong tentang orang Jawa dengan mendeskipsikan orang Jawa sebagai orang yang baik, sederhana, dan gemar menolong. Dalam karya sastra novel penulis perempuan dari abad ke-19 di hindia belanda tidak ditemukan dorongan revolusioner untuk melakukan perubahan. Pada akhirnya, kebudayaan Mestizo lebih banyak berkembang di pedalaman daripada di pesisir walau mestizo sudah tak lagi berhubungan dengan pemerintah Belanda.
Buku ini memiliki kekuatan yang menarik dari segi narasi dan penggunaan sumber yang relevan. Semua data diramu menjadi satu alur panjang yang sinkronis. Penjelasan yang runtut demi menghasilkan pemahaman yang jelas tentang sisi sosial lain di Batavia. Tentu saja, buku ini tidak lepas dari kejanggalan-kejanggalan seperti banyak menggunakan diksi khusus yang bisa menimbulkan makna ambigu contohnya kalimat berikut: “di republik yang harus berkembang pesat setiap hari.” Menariknya, buku ini lengkap dalam menggunakan berbagai macam sumber primer baik berupa tulisan, bahkan foto dan lukisan.
Makna pendidikan yang dapat dipetik ialah manusia tetap harus beradaptasi pada lingkungannya yang baru. Adaptasi ialah proses mutlak untuk bertahan hidup. Inilah yang dilakukan oleh orang mestizo dan indis untuk bertahan selama bertahun-tahun. Cara ini tidak salah asal tetap menjaga harmoni kebersamaan. Kesamaan derajat antar manusia sangat penting untuk dijunjung. Perbudakan harus dihapus sebagai wujud penegakan keadilan yang berperikemanusiaan. Pergundikan sebaiknya diikat dalam suatu lembaga pernikahan yang sah. Perempuan tidak lagi dipandang sebelah mata karena biar bagaimana pun laki-laki tidak bisa hidup tanpa perempuan. Peran perempuan dalam sejarah tetap harus diperhitungkan sebagai sosok pendukung keberlangsungan hidup umat manusia. Kemewahan yang berlebihan hanya akan membawa pada kehancuran karena memicu adanya korupsi dan tindakan tidak etis lainnya.  Kemewahan seharusnya diimbangi dengan kerja keras dan kepedulian berbagi agar tidak terlena dalam foya-foya yang sia-sia.

Daftar Rujukan
Taylor, Jean Gelman. 2009. Kehidupan Sosial di Batavia. Jakarta: Masup Jakarta

Comments

Popular posts from this blog

Monolog Waktu

Janji Pelangi, Persahabatan Menyembukan Trauma

Jangan Buang Putung Rokok Sembarangan