Menyelamatkan Babad Tradisional

Oleh: Moch. Nurfahrul Lukmanul Khakim, M.Pd
(Dosen Sejarah Universitas Negeri Malang)

            Buku-buku sejarah Indonesia yang ditulis oleh sejarawan terkemuka dunia seperti Peter Carey ternyata memanfaatkan naskah babad tradisional dengan baik. Namun kajian babad tradisional justru kurang diminati oleh para akademisi di Indonesia. Akibatnya hanya sedikit para sejarawan dalam negeri yang meneliti dan menggunakan babad tradisional untuk pembelajaran sejarah secara mendalam. Padahal pembelajaran sejarah memegang peranan penting dalam mengenalkan babad tradisional kepada pelajar sebagai generasi penerus bangsa.
Pak Dhanang bersama Dekan FIS dan Jajaran Dosen Sejarah UM

            Jurusan Sejarah Universitas Negeri Malang merespon fenomena ini dengan mengadakan kuliah tamu bertema ‘Pemanfataan Historiografi Tradisional sebagai Sumber Penulisan dan Pembelajaran Sejarah’. Acara yang diikuti ratusan mahasiswa ini diselenggarakan pada Kamis, 8 Maret 2018, di Aula Ki Hadjar Dewantara Fakultas Ilmu Sosial UM.
Dr. Dhanang Respati Puguh, Ahli Historiografi Tradisional, sebagai pemateri utama menerangkan bahwa Historiografi adalah cabang ilmu sejarah yang memelajari sejarah dari penulisan sejarah. Sedangkan Historiografi Tradisional Jawa yang menekankan pada karya-karya sejarah yang disusun oleh para penulis keraton yang memiliki ciri-ciri tertentu.
Historiografi Tradisional Jawa memiliki karakteristik unik dibandingkan Historiografi Modern yaitu rajasentris, etnosentris, karya legitimatif, unsur mitos, faktual, kurang kronologi. Babad umumnya ditulis dalam bentuk prosa dan tembang jadi cukup sulit dibedakan dengan serat yang memiliki unsur yang sama. Karya-karya Historiografi Tradisional Jawa antara lain: Babad Tanah Jawi, Babad Demak, Babad Mataram, Babad Diponegoro, Babad Bangun Tapa, Babad Nonah Kuwi, dan lain-lain.
Babad Nonah Kuwi cukup menarik dibandingkan dengan babad yang lain karena bercerita tentang kisah cinta seorang perempuan tionghoa dengan Sultan Hamengkubowo VI. Sedangkan babad-babad lainnya kebanyakan bercerita tentangb suksesi keraton, perang melawan penjajah, kehidupan keraton, dan lokasilitas. Historiografi Tradisional itu berharga karena merangkum hal-hal yang tidak tercatat dalam Historiografi Kolonial, terutama mengenai tradisi dan adat-istiadat keraton.
            Kritik hermeneutik digunakan untuk menelaah teks Historiografi Tradisional. Hasilnya sejarawan dapat menemukan fakta-fakta baru yang berguna dalam babad dalam perkembangan ilmu sejarah. Sedangkan guru dapat menggunakan nilai-nilai karakternya dalam fakta-fakta babad untuk pembelajaran sejarah yang kontekstual di sekolah. Cara ini diharapkan mampu menyentuh aspek kognitif dan afektif perserta didik khususnya generasi muda dalam mengenal isi setiap babad. Hal ini diharapkan mampu memupuk minat dan kepedulian generasi muda untuk menyelamatkan eksistensi babad di Jawa

Comments

Popular posts from this blog

Monolog Waktu

Janji Pelangi, Persahabatan Menyembukan Trauma

Jangan Buang Putung Rokok Sembarangan