Budaya Jawa Timur dalam Sastra Juara

Oleh: M. Nurfahrul Lukmanul Khakim
(Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Malang)

            Jawa Timur terbentuk dari beragam suku dengan ciri khas budaya masing-masing. Kekayaan budaya Jawa Timur telah dikenal dan dikagumi khalayak di dalam maupun luar negeri. Namun kekayaan budaya tersebut lama-kelamaan tergerus oleh arus globalisasi yang begitu kuat. Generasi muda yang seharusnya melestarikan kebudayaan tersebut justru mulai tidak mengenali kebudayaannya sendiri. Berbagai cara dilakukan oleh lembaga budaya untuk mengangkat kembali budaya Jawa Timur, salah satunya dengan karya sastra.
            Budaya Jawa Timur terbaca dengan jelas dalam dua karya sastra pemenang sayembara buku cerpen dan puisi Dewan Kesenian Jawa Timur. Karya tersebut antara lain kumpulan cerpen ‘Tandak’ karya Royyan Julian dan kumpulan puisi ‘Playon’ karya  F. Aziz Manna. Kedua judul karya sastra juara itu sangat kental unsur Jawa Timur, bahkan mungkin hanya dipahami maknanya oleh warga Jawa Timur saja.
            Kumpulan cerpen ‘Tandak’ mengangkat lokalitas Madura yang penuh etnik dan intrik. Fenomena blater menjadi sorotan utama cerita, menjadikan cerita dalam buku ini begitu khas. Saya memahami blater dalam buku ini seperti seorang mafia yang ditakuti sekaligus dijadikan tempat mengayom. Pesona blater dipaparkan secara humanis tanpa tendensi yang berlebihan. Sepak terjang blater dapat dilihat dalam cerpen berjudul ‘Tandak’ dan ‘Calon Istri Phu Chau Phu’. Budaya karapan sapi, pertunjukan penari tandak/tayub serta identitas pondok pesantren melengkapi kekokohan cerita antara lain terpadak dalam cerpen ‘Memburu Gogor’, ‘Sirkuit Jahanam’, ‘Muang Sangkal’, dan ‘Biografi Pohon Sidrah’. Cerita dalam buku ini membahas sisi lain dari dinamika Madura dalam rentang waktu masa kerajaan Hindu-Budha kuno sampai masa kontemporer.
            Kekayaan budaya Jawa Timur dalam bentuk bahasa maupun permainan anak diangkat secara apik dalam kumpulan puisi ‘Playon’. Penyair menelusupkan istilah-istilah Jawa Timur secara pas dalam balutan diksi-diksi yang puitis. Istilah mulai dari ‘Contong Bolong’, ‘Suket Tarung’, ‘Endog-endogan’, ‘Bendan’, ‘Pikatan’ sampai ‘Mungar’ dinarasikan dalam kata penuh makna yang seringkali mengejutkan. Penuh perenungan agar pembaca mampu merefleksikan pesona sekaligus dilema budaya Jawa Timur.
            Kedua karya sastra ini layak diapresiasi sebagai catatan yang mewariskan kekayaan intelektual budaya Jawa Timur. Saya salut pada Dewan Kesenian Jawa Timur yang telah mencari, mengurasi, dan menerbitkan karya-karya terbaik tersebut untuk menunjukkan keindahan budaya Jawa Timur. Masyarakat Jawa Timur bisa membaca karya tersebut untuk menggali kembali kenangan tentang budaya Jawa Timur. Siapa tahu hasil pembacaan tersebut dapat menimbulkan inspirasi untuk membangkitkan kembali budaya Jawa Timur dalam bentuk yang lain? Semoga.
           dimuat koran Surya: Kamis, 11 Februari 2016

Comments

Popular posts from this blog

Monolog Waktu

Janji Pelangi, Persahabatan Menyembukan Trauma

Jangan Buang Putung Rokok Sembarangan