Cahaya untuk Papua


Oleh: M. Nur Fahrul Lukmanul Khakim
Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Malang

            Buku adalah kunci untuk membuka jendela cakrawala dunia. Lewat buku, masyarakat bisa mengetahui hal lebih banyak dan memanfaatkannya untuk kehidupan lebih baik. Namun bagaimana jika masyarakat tersebut kesusahan bahkan tak bisa mengakses buku dengan mudah? Bagaimana cara masyarakat tersebut bisa memperoleh ilmu yang banyak dan gratis? Akankah kita yang mengetahui semua hal itu akan tetap berpangku tangan?
Artikelku di Koran Surya, 3 Desember 2013

            Semua pertanyaan itu muncul merunut pada fenomena krisis buku di Papua. Sebagai wilayah yang terletak paling timur, Papua merupakan wilayah satu kesatuan Republik Indonesia yang berbatasan dengan Papua Nugini. Menurut Yakobus, Pemimpin Toko Buku Gramedia di Jayapura, penjualan buku di Papua termasuk yang paling mahal di Indonesia. Ini disebabkan karena jasa pengiriman yang sangat mahal. Bahkan seringkali jasa pengirimannya lebih mahal dari harga buku itu sendiri.
Akibatnya, daya tarik membaca anak-anak di kota Jayapura masih sangat rendah. Lebih memprihatinkan lagi, anak-anak di pedalaman juga sangat kekurangan akses buku. Sehingga tak bisa dihitung dengan pasti apakah mereka punya minat membaca atau tidak.
Kotak 'Buku untuk Papua' di Balai Penulis Muda UKMP
            Fenomena ini perlu ditangani dengan gerak cepat dan tepat. Mengingat saat ini kebutuhan akan informasi sudah tak dapat ditawar lagi, apalagi menyangkut sumber ilmu pengetahuan seperti buku. Lahirlah gerakan Buku untuk Papua yang diperkasai oleh Dayu Rifanto. Gerakan ini mewadahi sumbangan buku untuk papua, mengirimkannya, dan mendistribusikannya hampir ke seluruh wilayah papua.
            Terdapat berbagai titik-titik distribusi buku di Papua antara lain: Nabire, Fak-fak, Wamena, Sorong, Biak. Merauke, Manokwari, Timika, dan Jayapura. Buku-buku yang didistribusikan diwadahi lagi dalam perpustakaan mandiri di masing-masing daerah tersebut. Selain untuk menumbuhkan minat baca anak-anak Papua, gerakan ini juga menunjukkan betapa warga Indonesia masih berpegang teguh pada bhinneka tunggal ika dan nasionalisme. Berbagi ilmu pada sesama saudara setanah air merupakan hal yang sangat mulia.

            Untuk menyumbangkan buku, telah dibuka tempat pengumpulan buku untuk Papua di berbagai kota besar seperti Subaraya, Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Solo, dan lain sebagainya. Di Malang sendiri terdapat dua tempat penggalangan buku antara lain di Universitas Brawijaya dan di Balai UKM Penulis Universitas Negeri Malang.
Untuk info lebih lebih lanjut mengenai penggalangan buku, bisa dilihat di www.bukuntukpapua.org . Dalam web tersebut selalu diperbaharui informasi tentang alur penggalangan buku, proses pengiriman, distribusinya, daftar perpustakan mandiri, dan galeri foto keceriaan anak-anak papua ketika membaca buku-buku tersebut.
Buku bagai lentera penerang di kegelapan. Berbagi buku berarti menyebarkan cahaya untuk mencerdaskan bangsa Indonesia. Ayo, sumbangkan bukumu? 

Sumber: http://surabaya.tribunnews.com/2013/11/27/cahaya-untuk-papua

Comments

Popular posts from this blog

Monolog Waktu

Janji Pelangi, Persahabatan Menyembukan Trauma

Jangan Buang Putung Rokok Sembarangan