Segala Ketakutan Pudar di Goa Coban



Ketika seorang kawan menawariku untuk bakti sosial di daerah Bajulmati, Malang, aku tidak berpikir dua kali untuk mengiyakannya. Aku belum pernah ke sana walau sudah bertahun-tahun tinggal di Malang. Medan menuju pantai Malang selatan menjadi tantangan tersendiri bagiku karena banyak kelokan, tanjakan dan turunan tajam. 
 Sesampainya di lokasi bakti sosial, kami membagikan sumbangan buku dan pakaian layak pakai untuk warga desa. Keesokan harinya, kami melewati medan yang cukup terjal menuju Goa Coban. Pemandangan sawah dan hutan di sekitar goa ini begitu memanjakan mata kami.
Awalnya aku takut masuk ke dalam goa walau sudah memakai pelampung dan helm. Aku tidak memiliki pengalaman chaving atau menelusuri goa sama sekali. Untuk bisa sampai ke mulut goa, kami harus berpegangan dengan tali pancang karena kolam di sekitar mulut goa cukup dalam dan berlumpur. Saat itu musim kemarau sehingga kami harus tetap hati-hati walau air di kolam goa tampak tenang.
Kami harus mengawal anak-anak desa yang ingin ikut menjelajah isi goa. Melihat sensasi yang ditawarkan, aku penasaran untuk menceburkan diri ke kolam dan memegang tali pancang untuk sampai ke mulut goa. 
Kami harus naik ke atas batu goa setinggi 1 meter dari permukaan air untuk bisa berjalan ke dalam goa. Aku mengawal seorang anak yang ketakutan tapi terlihat penasaran.
Goa Coban dipenuhi stalaktit dan stalakmit yang masih alami. Satu-satunya penerangan dalam goa ini adalah senter yang sudah kami persiapkan. Air dalam goa ini berbau kapur. Sejenak aku terpukau menikmati suasana dalam goa yang cukup sejuk.
Ketakutan berikutnya adalah jalan menuju tengah goa yang terjal dan berliku. Anak kecil itu tampak ketakutan saat akan menyeberang kolam dalam goa tersebut. Kolam tersebut cukup dalam dan tampak tenang, tapi suasana yang gelap membuat siapa saja engan menyeberanginya.
Anak yang kutaksir berusia sembilan tahun itu merenggek. Akhirnya aku membujuknya dan menyuruhnya menaiki punggungku. Kami menyeberang bersama-sama. Aku berenang pelan-pelan sementara anak itu memegang erat dadaku. 
 Kami harus menunduk dan merangkak ketika melewati atap goa yang tingginya hanya setengah meter. Kami sudah sampai di ujung goa yang atapnya berlubang dengan diameter sekitar 1,50 meter. Ujung goa ini lebar seperti aula mini dengan atap setinggi sekitar 5 meter. Tepat pada lubang atap tersebut, ada sumur mata air alami yang jernih.
Kami telah sama-sama menaklukkan rasa takut kami. Hanya dengan bermodal Rp20000, aku bisa menikmati wisata alam seru ini. Tetapi, aku selalu menekankan pada diri sendiri bahwa wisata terbaik adalah perjalanan yang mampu membuat kita menemukan pelajaran baru yang membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik. Di sini, aku bukan hanya mengatasi rasa takut, tetapi juga menemukan kawan-kawan baru dari berbagai kampus dengan misi yang sama: berbagi harapan dan semangat hidup pada masyarakat sekitar Bajulmati.

Comments

Popular posts from this blog

Monolog Waktu

Jangan Buang Putung Rokok Sembarangan

Mengenal Data Tekstual