|
Gerbang Taman Sari |
23 Maret 2018
Sejak dini hari, aku sudah kencing dua kali.
Aku sedikit minum tiap malam sampai mulutku seperti gurun. Kami sempat
istirahat di Jatilawang dan Kulonprogo. Semalam aku sempat jeri saat melewati tanjakan emen
di dekat Bandung karena dua minggu lalu baru terjadi kecelakan bus di sana.
Hidungku sudah berhenti meler dan tenggorokanku lebih
lega.
Aku sudah lapar lagi. Usai melewati jembatan Sungai Progo, kami disambut
pemandangan pedesaan yang indah. Aku rajin membagikan brosur acara bedah
novelku lewat media sosial sejak kemarin. Semoga efektif untuk promosi.
|
Gua Lanang & Wadon di Candi Ratu Boko |
Seusai sarapan dan mandi, kami berangkat ke
Taman Sari. Bangunan istana peristirahatan sultan yang dirancang oleh arsitek
Portugis itu memang menawan. Kami menyusuri taman, kolam pemandian, menara
sultan sampai masjid bawah tanah. Aku sudah menghabiskan dua bungkus cilok
karena lapar. Dahakku masih
sesekali nyangkut di tenggorokan. Kami berangkat makan siang dulu jadi aku san
Gus Najib batal menengok langgar pertama
Muhammadiyah yang didirikan Ahmad Dahlan.
Hari jumat memang membuat kami lebih bergegas
karena masih ada dua destinasi sebelum masuk ke hotel. Kami salat jumat di
Masjid dekat rumah makan Grafika, Sleman. Sebenarnya
aku sudah lima kali mengunjungi Candi Prambanan. Kali ini berbeda karena aku
dan Mas Wahyu menyewa sepeda gunung untuk jelajah ke candi-candi sekitar
Prambanan. Sebenarnya sejak lama aku ingin ke Candi Plaosan Lor tapi kami sudah
cukup terhibur dengan menyambangi Candi Lumbung. Candi buddhis yang dipenuhi
stupa. Sangat menyenangkan bersepeda di sekitar kawasan candi, menikmati
sejuknya angin kemarau dan dimanjakan dengan padang rumput hijau. Rasanya aku
tak mau pulang. Kami bertemu dengan Pak Najib di Candi Sewu. Candi buddhis ini
dilengkapi arca-arca Buddha dengan wajah yang sudah hancur. Dua arca kala besar
menyambut kedatangan kami. Candi Sewu tak kalah megah dengan banyak altar dan
stupa besar. Kami bertemu Pak Najib dan
rombongannya di sana. Kami berfoto bersama lalu perjalanan berlanjut ke Candi
Bubrah. Walau namanya rusak tapi bangunan candi berhasil dipugar dengan baik.
Kebanyakan arca sudah hilang.
|
Arca Dewi Durga di dalam Candi Prambanan (Mitosnya arca ini dianggap sebagai Roro Jonggrang) |
Kami mendaki ratusan anak tangga menuju
Keraton Ratu Boko. Pemandangan daerah Sleman terlihat indah dan permai. Ini
kali kedua aku ke candi Hindu yang jadi benteng
pertahanan Balaputradewa. Aku mengunjungi semua sudut keraton mulai gerbang
sampai gua pertapaan. Aku istirahat di gazebo sebelum benteng terakhir bersama
Musaadah dan Mely. Kami ngobrol banyak hal mulai dari kuliah sampai menikah.
Tentu mereka penasaran kenapa aku masih sendiri dan tidak kelihatan mencari
pasangan. Aku terbiasa dengan rasa penasaran orang-orang.
Kami melanjutkan penjelajahan ke Kompleks Keputrian. Aku masih kagum dan
penasaran bagaimana bisa leluhur membangun benteng sebesar dan seawet ini
dengan batuan kapur dan kayu di bukit setinggi ini. Aku mendaki bukit di kiri telaga untuk melihat semua
area istana.
|
Candi Lumbung |
Saat
maghrib, aku berangkat menuju hotel Pop Sangaji. Hotelnya berbintang dua ini
tidak menyediakan sandal hotel dan sikat gigi dengan single bed. Sehabis mandi,
kami makan malam dengan nasi gudeg Bu Pudji. Aku dan Pak Najib jalan kaki ke
Malioboro, kami sempat kesasar. Pak Najib menyeretku sampai Mirota Batik, ujung
Malioboro yang dekat pasar Beringharjo. Mirota Batik sudah berubah jadi Hamzah
Batik, memang terkenal dengan kualitas batiknya yang bagus dengan harga mahal.
Aku juga selalu gagal masuk karena selalu datang menjelang jam tutup toko itu.
Toko batik ini dilengkapi dengan artefak asli dari keraton untuk dekorasi toko.
Sungguh istimewa.
|
Candi Sewu |
Aku
membeli baju anak-anak dan dua atasan batik. Aku memang membelikan oleh-oleh khusus untuk anak-anak Mbak Indah
dan Mas Arif serta Mbak Mimi dan Bu Yuli. Aku juga membeli tujuh kaos Jogja
seharga Rp100000 saja. Cinderamata untuk Agung & Bayu. Lega. Kakiku sudah
pegal-pegal tapi Gus Najib melarangku memesan Gocar. Kami menikmati alunan
musik ritmis yang dimainkan para pengamen angklung Malioboro. Sajian yang
selalu kurindukan setiap ke pusat keramaian Jogja ini.
|
Candi Bubrah |
Aku heran kenapa di Malang hampir tidak ada
pengamen sekreatif mereka, kecuali di Pasar Minggu. Kami berjalan menuju
Angkringan Mas Bagong di dekat Tugu Jogja. Kakiku sakit dan capek. Begitu sampai, kami disambut Mas
Wahyu dan beberapa mahasiswa yang asyik merokok ditemani kopi jos dan gorengan.
Aku memesan dua gelas susu jahe. Ternyata Pak Najib juga kelelahan sampai dia
mengurut sendi-sendi kakinya.
Dia bahkan membalikkan posisi tubuhnya, kebiasaannya setiap kecapekan. Aku
mengudap tempe goreng pemberian Mas Wahyu. Rasanya hambar. Pengamen bencong yang menyanyi jelek sekali meminta uang
receh kami dengan paksa. Hiburan yang aneh. Setelah
menandaskan susu jahe yang panas, kami kembali ke hotel duluan.
|
Minatur Candi Ratu Boko |
Comments
Post a Comment