Tersandung Masa Lalu
Judul : Janji Pelangi
Penulis : Fahrul Khakim
Penerbit : Bhuana Sastra
Terbit : Januari, 2018
Tebal : 262 Halaman
ISBN : 978-602-455-219-0
Peresensi : Khoirul Muttaqin, Mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah (15) Universitas Negeri Malang/Ketua Komunitas Booklicious Malang.
*Resensi dimuat Malang Post 4 Feb 2018
Penulis : Fahrul Khakim
Penerbit : Bhuana Sastra
Terbit : Januari, 2018
Tebal : 262 Halaman
ISBN : 978-602-455-219-0
Peresensi : Khoirul Muttaqin, Mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah (15) Universitas Negeri Malang/Ketua Komunitas Booklicious Malang.
*Resensi dimuat Malang Post 4 Feb 2018
Janji Pelangi di Malang Post |
Fahrul Khakim saya kenal
sebagai seorang yang sangat produktif dalam hal menulis. Beberapa tulisannya
yang telah menjadi buku: Cowokku Vegetarimood, Hiding My Heart,
Dandelion Lover, Monolog Waktu, dan Janji Pelangi. Selain
itu hingga saat ini Ia juga masih aktif mengirimkan tulisannya ke berbagai
media. Alhasil cerpen yang Ia tulis sering dimuat oleh berbagai
media.
“Apakah kamu takut
dengan masa lalu”
Setidaknya buku Janji
Pelangi menawarkan kisah seorang wanita bernama Terry sebagai tokoh utama.
Terry memiliki hobi dan kesenangan tersendiri pada kegiatan seni melukis.
Seringkali waktu yang dimiliki Ia gunakan untuk menuangkan imajinasinya,
mencoret-coret kanvas putih dengan cat sesuka hati. Bersama Kazu, sahabatnya.
Mereka berdua sama-sama suka kegiatan melukis. Afandi dan Claude Monet menjadi
sosok seniman yang banyak mempengaruhi karakter lukisan Terry, yaitu khas
perpaduan surealis dan impresionis. Selain melukis, Terry dan Kazu sama-sama
menyukai pelangi.
Terlepas dari kegemarannya
melukis, Terry memiliki gangguan psikologis yang membuatnya takut dengan dunia
luar. Menurut pikirannya, bahaya akan mengancam diri apabila Terry keluar
rumah. Sedangkan untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari yang mengharuskan
keluar rumah. Ia dibantu seorang laki-laki bernama Sigit, pembantunya.
“Peristiwa kecelakaan bersama keluarganya dua
tahun lalu, masih membekas kuat di benaknya. Mobil mereka menabrak pembatas
jembatan layang. Papa, Mama dan Tika yang berumur sepuluh tahun meninggal saat
itu juga.” (Halaman 23)’.
Kehidupan memang terasa
tidak adil bagi Terry. Hanya Ia seorang yang dapat selamat dari kecelakaan maut
bersama rombongan keluarganya. Setelah itu Terry masih sempat koma hingga
akhirnya merasa lebih baik.
Enam bulan sejak itu,
barulah gangguan psikis bernama agorafobia itu tumbuh menyelimuti hari-harinya.
Biarpun tubuhnya sudah sehat, namun kejiwaannya tetap terguncang dan hal itu
sangat mengganggu aktivitasnya.
Nenek, Meri, dan Sigit
sangat menyayangi Terry. Semua menginginkan kesembuhan bagi Terry. Segala hal
dilakukan untuk kesembuhan Terry.
Agorafobia bisa sembuh
apabila penderita memiliki dorongan untuk sembuh dari dalam diri sendiri.
Beberapa kali psikiater didatangkan untuk menyembuhkan Terry, namun masih
gagal. Sedangkan Kazu, seorang yang sangat Terry percaya masih berada jauh di
Jepang. Terry sangat berharap pada Kazu. Kazu kuliah pada jurusan Master
Psikologi barangkali akan bisa membantunya, selain itu mereka berdua juga
memiliki sebuah janji yang telah lama terucapkan.
Pergulatan melawan ketakutan masa lalu tersaji
kental pada setiap cerita. Tidak hanya Terry, Kazu dan Sigit dalam cerita juga
memiliki ketakutan masing-masing terhadap masa lalu mereka. Sehingga ketika
kita membaca buku ini, seolah pembaca diajak untuk lebih memiliki sifat sabar
dalam menghadapi kehidupan, juga pantang untuk menyerah.
Janji Pelangi di Wellington, Selandia Baru |
Comments
Post a Comment