Resep Seni Mbak Windry
Oleh: M. Nurfahrul Lukmanul Khakim
(Mahasiswa Pascasarjana Universitas
Negeri Malang)
“Jangan jadi buruh seni. Berkarya
itu harus dari hati dengan tetap menonjolkan karakter diri kita. Maka karya
kita akan hidup. Ingat, setiap karya punya penikmat sendiri.” pesan Mbak Windry
Ramadhina saat membuka Workshop Nasional Menulis Novel itu dengan penuh
semangat pada 19 Oktober 2014 di Aula A3 UM. Acara ini adalah kolaborasi
GagasMedia goes to campus dan UKM
Penulis.
Mbak Widyati Oktavia aja baca buku saya. XD |
Mbak Windry mengulas berbagai
pertanyaan tentang dunia penerbitan novel yang selalu bikin penasaran para
peserta yang tak lain adalah para pecinta buku dari Malang, Surabaya, bahkan
Bali. Mereka berkumpul untuk menimba ilmu seni dari Mbak Windry, penulis
berdarah Sidoarjo yang produktif dan berprestasi. Novel-novelnya antara lain: Orange, Metropolis, Memori, London, Montase dan Interlude ini pernah dinominasikan dalam ajang sastra bergengsi: Kusala Sastra Khatulistiwa.
“Seperti apa buku yang sedang laris saat
ini?”
Buku yang laris adalah buku yang mampu
menyeimbangkan sisi kreatif dan ekspresi. Menulis itu adalah permainan ekspresi
dan kreatifitas mengolah kata. Saat ini banyak beredar buku tentang Korea dan
inpirasi berbasis kisah nyata. Tapi pada dasarnya tren itu selalu berubah. Kita
sebagai penulis akan capek kalau hanya mengikuti tren tapi justru membunuh
ekspresi kita. Berhentilah menulis cerita yang kita kira akan disukai oleh
semua orang karena itu tak akan menjamin buku kita akan laris. Kadang tren juga
tidak sesuai dengan kepribadian kita, sehingga proses berkarya justru membuat
kita tersiksa.
Kedua kalinya foto bareng Mbak Prisca. Asyik! |
“Bagaimana caranya supaya karya kita
punya ciri khas, bagus dan dilirik penerbit?”
Ternyata caranya sangat gampang: be yourself. Jujurlah pada diri sendiri
dengan menggunakan sudut pandang dan menyuarakan pikiran kita. Sebenarnya
setiap manusia punya sudut pandang yang berbeda-beda dalam melihat sesuatu.
Semua ide itu klise dan tak yang baru.
Cara kita memandang ide itulah yang baru. Dengan memasukkan keperibadian
kita dalam memandang sesuatu, maka akan membuat karya kita berkarakter.
Sehingga kita bisa mem-branding karya
kita sendiri.
Menulis adalah seni mencintai,
artinya tulislah segala hal yang disukai dan cintailah hal yang sudah kita
tulis. Menulis juga seni berharap dan mengungkap rahasia. Dengan menulis kita
akan menyampaikan harapan dan rahasia hidup kita kepada pembaca.
Harapan-harapan yang baik tentu akan menginspirasi pembaca dan mampu mengubah
mereka ke arah yang lebih baik. Inilah arti “buku laris” yang sebenarnya.
Kru UKMP: Terima kasih atas ilmunya, Gagasmedia! |
Mbak Windry mengaku senang
bercengkrama dan berbagi ilmu bersama pembaca buku di Jawa Timur dan
sekitarnya. Mbak Windry selalu punya kesan tersendiri tiap berkunjung ke Jawa
Timur, kampung halaman orang tuanya. Mbak Windry yang kini tinggal di Jakarta
ini juga sibuk sebagai arsitek dan dosen.
“Bagaimana bisa Mbak Windry mengatur
waktu untuk berkarya?”
Kuncinya adalah komitmen dan
konsisten. Mbak Windry rutin berkarya setiap pagi karena suasana pagi yang
tenang dan sejuk membuat pikirannya selalu segar dalam memunculkan ide-ide
baru.
Liputan
ini juga dimuat di koran Surya, 5 Nopember 2014: http://surabaya.tribunnews.com/2014/11/04/mencuri-resep-seni-mbak-windry
mas numpang nanya, waktu ngundang gagasmedia goes to campus itu yang menanggung biaya acaranya kampus atau pihak gagasmedia?
ReplyDeleteSetahuku, Gagasmedia tapi kita harus mengajukan proposal. Kita tinggal menyediakan tempat. Untuk lebih lengkapnya, langsung hubungi Gagasmedia.
ReplyDelete