Judul Spektakuler (Tips Sukses Nulis ala Kurnia Efendi)
Oleh: M Nur Fahrul Lukmanul Khakim
Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Malang
fahrul.khakim@yahoo.com
Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Malang
fahrul.khakim@yahoo.com
Benarkah menulis
itu membutuhkan bakat? Ya, tapibakat hanya 5 % saja, selebihnya adalah kemauan
yang keras. Begitu jawaban dari Pak Kurnia Effendi saat memberikan kuliah umum
di Gedung E6, Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang, 9 Oktober 2013.
Ungkapan itu memantik semangat sekitar 50 para mahasiswa dan calon penulis muda
untuk berani menulis.
Kehadiran
Kurnia Effendi pada siang hari yang sejuk
itu membawa angin segar bagi mahasiswa UM yang awam menulis sastra dan
memublikasikannya ke media massa. Dengan gaya santun dan ramah, beliau menegaskan
bahwa tulisan yang bagus adalah komunikatif. Tak perlu mendayu-dayu, asal
pembaca bisa menangkap isi dan pesan cerita dengan baik.
Kurnia
Effendi memiliki proses kreatif yang
unik dari pada sastrawan nasional lainnya. Beliau cenderung mengoleksi banyak
judul terlebih dahulu sebelum menuliskannya menjadi cerita atau buku. Sastrawan
yang telah menelurkan 14 buku ini berpendapat judul ialah bagian paling
spaktakuler dalam karya-karyanya karena berfungsi sebagai penanda cerita/sampul
ingatan.
Memiliki
banyak koleksi judul untuk tulisan juga dapat memudahkan dalam menulis paralel.
Gaya ini membuat penulis tidak cepat bosan dalam menulis tapi memiliki banyak
judul dan karya. Inspirasinya tak terbatas dan cenderung berkembang. Hal ini
juga diamini oleh para dosen sastra UM yang bertindak sebagai moderator dan
notulen saat itu.
Dari
koleksi judul tersebut tinggal dikembangkan menjadi cerita. Gagasan bisa dicari
dengan cara bermain imajinasi, menafsirkan suasana, dan mengingat peristiwa.
Selanjutnya ialah tulis sekarang juga. Saya dan peserta kuliah umum lainnya
menjadi lebih optimis untuk memulai menulis hari itu juga setelah berkenalan
dengan proses kreatif yang unik ini.
Walaupun
kebanyakan mahasiswa yang hadir saat itu ialah mahasiswa sastra, tapi saya
mendapatkan inspirasi dan semangat baru untuk berkarya lebih baik lagi.
Terlebih setelah kenal lebih dekat dengan Kurnia Effendi yang latar belakangnya
alumni ITB. Dengan ini saya yakin, siapa pun bisa jadi penulis, apapun profesi
dan latar belakangnya. Menulis itu ialah katarsis, penyeimbang otak kiri dan
kanan.
Sebelum
mengakhiri kuliah umum, Kurnia Effendi kembali mengingatkan bahwa dosa seorang
penulis adalah tidak menulis. Menulis harus disiplin. Walau sibuk sebagai
mahasiswa, kita tidak boleh diatur oleh waktu tapi sebaliknya. Dengan disiplin membaca
dan menulis, hasilnya ialah practice makes better. Satu lagi pesan beliau yang paling berkesan ialah: disiplin itu
dinikmati saja.
Bapak Kurnia Effendi bersama Calon Sastrawan Masa depan :D |
wah.. sayang aku gak kuliah di UM.. sekarang aku juga lagi tertarik ma dunia tulis mas hakim. cuma memamng kayaknya gakda bakat..tp, maksain dengan corat-coret di blog.. :D
ReplyDeleteEmang kamu kuliah dimana?
ReplyDeleteSaya juga gak bakat nulis, tapi yang penting punya niat kuat untuk berusaha. Perbanyak membaca dan latihan nulis, nanti pasti bisa. Semangat. :)