Surat untuk Bu Yuyun
Beliau guru Bahasa Indonesiaku waktu SMA. Beliau orang pertama yang mendukungku jadi penulis.
Dulu waktu baru lulus SMA, kami sering komunikasi.
Sekarang sudah jarang.
Ini salah satu e-mail yang aku kirim ke beliau.
Dulu waktu baru lulus SMA, kami sering komunikasi.
Sekarang sudah jarang.
Ini salah satu e-mail yang aku kirim ke beliau.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Yang terhormat Bu Yuyun,
Apa kabar, Bu? Sengaja saya mengetik surat ini (saya lebih suka mengetiknya daripada memperlihatkan tulisan tangan saya yang remuk redam ) khusus untuk anda (dan adek-adek, mungkin) setelah sekian kali yang saya kirimkan adalah majalah yang memuat cerpen saya. Surat ini adalah edisi spesial. Sebelumnya beribu-ribu terima kasih seolah tak cukup saya haturkan pada Bu Yuyun, sosok guru yang selalu menyertai langkah karya saya dengan motivasi dan doa. Matur nuwun, Bu! Maaf, saya belum bisa membalas lebih. Semoga karya saya ini bisa memberi inspirasi bagi semuanya.
Saya benar-benar memulai menulis dari nol. Semuanya butuh proses, kerja keras, dan kesabaran. Tak ada yang instan di dunia ini. Saya selalu ingat pesan teman saya sesama penulis, dia tinggal di Palembang, “Sesuatu yang tepat, akan datang pada saat yang tepat” dan “Nothing to loose/ tak ada yang sia-sia di dunia ini,”. Kata-kata mutiara itu benar-benar filosofis.
Sampai saat ini karya saya yang baru benar-benar diakui memang cerpen. Namun saya masih berusaha untuk lebih kreatif lagi dalam membuat novel. Tak peduli dua naskah novel saya ditolak. Saya masih bersemangat untuk mencobanya. Memang terkadang jadwal kuliah yang padat menuntut waktu saya untuk berkarya jadi minim. Namun segalanya bermula dari niat kan? Semua bisa berjalan beriringan asal kita dapat mengaturnya dengan baik.
Di Malang, saya baru saja bergabung dengan FLP Malang dan UKM Penulis UM. Berharap banget suatu hari nanti di Tuban juga ada organisasi kepenulisan (atau memang sudah ada tapi saya yang nggak tahu ya? Tapi kalau memang ada, saya kok nggak pernah dengar gaungnya?). Anyway, banyak sekali manfaat mengikuti organisasi seperti ini. Pengetahuan bertambah, banyak kenalan sesama penulis, dan up-dateinfo terbaru seputar dunia kepenulisan.
Banyak sekali yang bilang saya salah ambil jurusan, tapi bagi saya tak ada yang tak mungkin di dunia ini. Calon guru sejarah dan penulis itu baru luar biasa kan? Semua itu kembali lagi pada niat. Saya ingin menekankan di sini bahwa saya masih belajar dan perlu banyak bimbingan. Saya menyadari karya saya masih jauh dari sempurna, tapi apa pun itu, saya selalu dan selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik untuk karya-karya saya.
Sekian, surat saya ini. Senang bisa berbagi inspirasi dan semangat menulis. Suatu peradaban adalah mati tanpa karya sastra. Mari mulai menghargai karya sastra dengan lebih banyak menulis dan membaca, agar kita menjadi lebih bijaksana.
Wassalammu’alaikum wr. Wb.
Hormat saya,
Fahrul Khakim
Surat ini aku kirim 2010 lalu. Tepat satu dekakde lalu!
Comments
Post a Comment