Menyingkap Sejarah Haji Tanah Air
Oleh: Moch. Nurfahrul
Lukmanul Khakim, M.Pd
(Dosen Jurusan Sejarah
Universitas Negeri Malang)
Jutaan
jemaat haji yang memenhui tanah suci setiap tahun selalu menarik untuk
dikaitkan dengan sejarah haji di Indonesia. Bagaimana haji dilaksanakan di masa
lalu mengingat biaya haji cukup mahal? Rasa penasaran ini akhirnya menemukan
jawaban di forum yang luar biasa ini. Borobudur Writers & Cultural Festival
yang diselenggarakan di Magelang, 22-24 November 2018. Acara ini terdiri dari meditasi pagi,
simposiun, workshop sampai pentas budaya pada malam hari.
Mekah Lawa - dok. pribadi |
Acara
yang mengusung tema Traveling & Diary: Membaca Ulang Catatan Harian Pelawat
Asing ke Nusantara (dari Yi Jing, Ibu Batuta sampai Wallace) ini terbuka untuk
umum dan gratis. Animo peserta tinggi karena kursi yang disediakan selalu penuh
pada setiap sesi. Dari empat belas sejarawan dan pakar budaya, salah satu
simposiun yang menarik adalah Pengalaman Naik Haji Menurut Kisah Tertulis
Orang Indonesia. Penguasa pertama yang naik haji adalah Hang Tuah tahun
1482. Penguasa terakhir Malaka itu menuliskan pengalaman naik hajinya dalam
Hikayat Hang Tuah. Beberapa abad setelah itu, tidak ada penguasa / raji dari
Nusantara yang menunaikan ibadah haji ke tanah suci berdasarkan data tekstual
berupa hikayat / babat. Bahkan dua sunan dari Wali Sanga: Raden Paku dan Sunan
Bonang berangkat dari Gresik untuk najik haji pada sekitar awal abad ke-16
Masehi, tapi di Malaka (atau di Pasai berdasar sumber lain), mereka dinasehati
tidak harus naik haji, sehingga mereka pulang kembali ke Jawa.
Potret Mekah awal abad 20 M. - dok. pribadi |
Sultan
Mahmut Syah dari Aceh bahkan angkuh dan sombong karena bertikai dengan ayahnya
yang mau mengunjungi Mekah. Sultan tersebut mengatakan Mekah sesungguhnya
justru ada di Malaka. Ulama tersohor yang pergi ke Mekah pada abad selanjutnya
adalah Syeikh Yusur Makasar. Sepulang naik haji, Syeikh Yusur Makasar menjadi qadi di Kerajaan Banten abad ke-17
Masehi. Setelah sekian lama tidak ada sultan/penguasa yang naik haji, Sultan
Pontianak (keturunan Arab) berakat haji sekitar tahun 1800.
Venue BWCF 2018 - dok. pribadi |
Kemungkinan
besar raja atau sultan engan naik haji karena para penguasa itu engan mengakui
kelebihan bangsa/negara lain. Di sisi lain, raja-raja dari Banten, Mataram dan
Makasar mengirim utusan ke Mekah untuk memohon gelar Sultan. Beberapa sultan
juga mendirikan wakaf di Mekah dan Mina dalam bentuk rumah pemondokan buat
calon-calon haji dari kerajaan Mereka. Penyebab lain karena pada abad 13-18
Masehi, sejumlah calon haji berlayar ke Tanah Suci dalam kondisi yang amat
susah. Pelayaran bisa memakan waktu berminggu-minggu sampai bulanan membutuhkan
kondisi fisik dan mental yang kuat serta biaya yang sangat besar.
Kawan Lama X Kawan Baru - dok. pribadi |
Comments
Post a Comment