Mengenal Data Tekstual


Seberapa penting data tekstual bagi perkembangan ilmu pengetahuan? Perjalanan umat manusia di dunia dapat dilacak melalui bukti-bukti yang ditinggalkan. Salah satu macam bukti tersebut  adalah data tekstual. Para guru maupun sejarawan menggunakan data ini tidak hanya untuk penelitian tapi juga dipakai dalam pembelejaran sejarah agar lebih bermakna.

            Tapi masih banyak pihak yang belum mengerti konsep dan kegunaan data tekstual. Kuliah tamu bertema ‘Pentingnya Data Tekstual dalam Kajian dan Pembelajaran Sejarah’ ini diselenggarakan oleh Jurusan Sejarah Universitas Negeri Malang berusaha menjawab fenomena tersebut. Prof. Dr. Agus Aris Munanda diundang langsung dari Jurusan Arkeologi Universitas Indonesia untuk memberi penjelasan secara mendalam mengenai data tektual. Acara yang dimoderatori oleh Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia, Drs. Ismail Lutfi, MA., ini dilaksanakan di Aula Ki Hadjar Dewantara Fakultas Ilmu Sosial pada tanggal 1 November 2018.

            Hubungan sejarah dan data tektual itu sangat berat seperti dua sisi mata uang, Sejarah mampu menjelaskan data tektual. Data tektual mampu membentuk sejarah. Sejarawan menggunakan artefak untuk menafsirkan dan menuliskan narasi sejarah. Arkeolog sering menggunakan data tekstual hasil penulisan sejarawan untuk melacak tinggalan situs atau data arkeologi. Begitu juga sebaliknya, sejarawan juga menggunakan data-data arkeologi terbaru untuk mengungkap penulisan sejarah yang belum lengkap.
            Epigrafi dan filologi juga berperan penting sebagai penghubung arkeologi dan sejarah karena epigrafi dan filologi mampu menerjemahkan tulisan-tulisan kuno. Guru dan pendidik lainnya bertugas menyampaikan data-data tersebut sesuai koridor kurikulum sejarah kepada generasi bangsa agar mampu mengenal jati diri bangsa.

            Data arkeologi dapat ditafsirkan dengan bantuan metode hermeneutika dengan mengasosiasi data tekstual. Hasilnya, arkeologi dapat menafsirkan peninggalan yang aneh seperti Arca Totokkherot di Kediri. Acra Dwarapala Raksasa itu dibangun Kerajaan Kadiri menjaga  Gunung Suci Penanggungan. Kajian terhadap data tektual dapat mempertegas pembelajaran dengan lebih ilmiah dan kritis karena mampu menyajikan informasi yang asli, jelas, aktual dan kaya informasi. Para peserta mencatat dan mendiskusikan pemaparan Profesor Agus dengan semangat. Peserta menyayangkan beberapa data sejarah milik Indonesia yang rusak karena dijarah dan dihancurkan oleh oknum Indonesia sendiri. Belum lagi artefak-artefak kuno yang dibawa dan disimpan ke luar negeri. Semua hadirin berharap masyarakat Indonesia yang telah mengenal pentingnya data tekstual bisa memiliki kesadaran sejarah agar mampu menjaga warisan sejarah bersama-sama.

dimuat koran Surya: Jum’at, 2 November 2018

Comments

Popular posts from this blog

Monolog Waktu

Jangan Buang Putung Rokok Sembarangan