Ketika Indonesia Tidak Ada Lagi


            Perampokan berbagai warisan bangsa yang terjadi September kemarin terus menghantuku. Sebagai mahasiswa Sejarah, aku merasa terpanggil untuk mengangkat berbagai teladan sejarah dalam menengok kembali akar-akar identitas kita sebagai bangsa Indonesia. Eksistensi suatu bangsa bisa dilihat dari sejarahnya, semua sejarah tergantung pada ketersediaan bukti. Jika sedikit demi sedikit bukti-bukti nenek moyang bangsa kita dicuri, maka Indonesia secara historis akan terancam hilang dari kamus peradaban.
Lokakarya Budayawan 2018 untuk Mendokumentasikan Warisan Budaya Indoensia

 * * *

            Berikut ialah fenomena kecil tentang sejarah dan aku yang membuatku semakin cinta Indonesia:
1. Sebenarnya apa sih arti kalimat bangga dan cinta kepada Indonesia itu?
Rasanya tidak cukup hanya dilakukan dengan menulis status di FB ‘Aku cinta Indonesia’ atau memakai kaos ‘I Love Indonesia’ tanpa kita mengenal Indonesia dengan baik. Beberapa kali mendapat kesempatan berkunjung ke berbagai situs sejarah di Jawa, aku mendapatkan pesan keteguhan dan ketulusan bangga menjadi Indonesia dari sosok lain.
            Adalah mudah menemui mereka semua ketika berkunjung ke berbagai situs bersejarah di Tulungagung. Ketika berkunjung ke Candi Boyolangu, aku bertemu dengan perempuan paruh baya yang merawat dengan baik situs kuno peninggalan Kerajaan Majapahit itu.
            Kami berbicara banyak soal Candi Boyolangu yang sepi dari pengunjung. Aku lupa nama perempuan penjaga situs candi itu tapi dia memberi kesan mendalam tentang menjaga sejarah Indonesia. Dengan tegas, beliau melarang pengunjung yang merusak atau mengotori tempat bersejarah tersebut. Secara intelektual, beliau tak pernah mengecap pendidikan sejarah atau arkeologi. Tapi beliau mencintai warisan bangsa dengan caranya sendiri.
            Beliau tak ingin jati diri bangsa itu rusak atau bahkan hilang. Beliau hanya mengerti bahwa candi itu sangat penting bagi negara jadi harus dirawat dengan baik. Ketika kunjungan selesai, beliau menawarkan buku tentang candi pada kami. Ternyata buku tersebut hanyalah selembar kertas berisi penjelasan tentang Candi Boyolangu yang sudah difotokopi berulang kali. Sampai hampir susah dibaca lagi.
            Aku begitu tertegun. Beliau begitu menyayangi secuil informasi tentang Candi Boyolangu. Katanya, beliau dapat “buku” itu dari dinas purbakala Tulungagung bertahun-tahun silam. Miris rasanya, padahal buku-buku tentang candi di Jawa Timur cukup banyak beradar di toko buku atau di perpustakaan. Selembar kertas itu sungguh kurang layak untuk menjelaskan keunikan Candi Boyolangu. Aku membeli “buku” itu dengan harga Rp2000.
            Dalam kesederhanaan dan kesahajaan, beliau menyayangi bangunan bersejarah itu dengan sepenuh hati. Tanpa mengharap imbalan apa pun. Lewat beliau, aku semakin bangga menjadi Indonesia. Setidaknya walau hidup dalam segala keterbatasan, beliau tetap menjadi Indonesia dengan apa adanya.
Wisata Malam Museum, salah satu alternatif wisata yang beda
2. Untuk apa kita mencintai Indonesia?
            Hatiku begitu miris saat mengetahui Timor-timor sudah melepaskan diri dari Indonesia setelah berpuluh tahun menjadi bagian dari NKRI. Rasa nasionalisme dalam diri semakin tergugah saat mendengar kabar Indonesia juga kehilangan wilayah penting di sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan di sisi timur Kalimantan. Padahal pulau tersebut kaya potensi wisata yang bisa menunjang perekonomian negara.
            Ketika kuliah sejarah Asia Tenggara, aku mendapat jawaban kenapa Indonesia mengalamai kedua kejadian disintegrasi. Kita kalah secara dokumen. Dokumen berarti catatan sejarah. Sungguh miris rasanya mengetahui kita kurang merawat catatan sejarah kita dengan baik.
            Terbukti ketika di depan PBB dalam sengketa pulau antara Indonesia dan Malaysia, sebenarnya kita sama-sama kuat. Tapi apa daya, Malaysia masih menyimpan semua dokumennya dengan baik. Ketika Malaysia mengeluarkan dokumen tentang kebijakan penjajahan Inggris di kedua pulautersebut. Mahkamah Internasional akhirnya memutuskan kedua pulau tersebut dimenangkan oleh Malaysia.
            Pada dasarnya semua catatan dan peninggalan historis memiliki peran ilmiah dan mutlak dalam menguatkan eksistensi bahkan legalitas suatu negara. Di sinilah fungsi sejarah yang sering kali diabaikan. Untuk apa kita mencintai Indonesia, karena dari sinilah semua sejarah kita berawal dan telah mendarahdaging dalam diri kita.
            Peristiwa perampokan benda bersejarah di Museum Nasional bulan September lalu sungguh mengiris-iris hatiku. Bagaimana bisa kita selengah itu membiarkan aset penting negara hilang begitu saja? Bahkan kasusnya sampai kini menemui jalan buntu. Ibaratnya bagaimana kita bisa mengenal diri kita jika kita tak punya akte kelahiran? Ketika Indonesia tak punya akte / bukti, maka bangsa ini hanyalah cerita. Tak ada lagi yang digunakan sebagai pengingat. Hal riskan ini harus ditangani dengan solusi yang tepat.
Negera Indonesia sudah masuk dalam sejarah sejak ditemukan Prasasti Yupa pada abad ke-5 M. Itu artinya bangsa ini sudah berumur lebih dari 1500 tahun. Ada kekaguman tersendiri terhadap nenek moyang yang telah memperjuangkan bangsa ini selama ratusan abad membuat Indonesia kaya akan catatan dan bukti historis yang mengangumkan seperti Candi Borobudur, Candi Prambanan, Masjid Agung Kudus, dan Masjid Agung Demak. Hingga sampailah kita pada kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Berlandas pada kekayaan historis bangsa ini, mustahil Indonesia memiliki legalitas yang kuat secara historis.
Bercermin pada ibu penjaga Candi Boyolangu, aku meyakini Indonesia masih memiliki banyak insan-insan penjaga ibu pertiwi yang mampu mengajarkan kebanggaan pada Indonesia dengan cara yang bersahaja dan tulus.
Mari meneruskan Perjuangan Mereka
Bangga pada Indonesia, berarti berani berkarya untuk negeri. Aku sudah mengunjungi berbagai situs bersejarah di Jawa Timur mulai dari Candi Jawi, Candi Badut, Candi Singosari, Candi Pesanggrahan, Candi Mirigambar, Candi Dadi, Goa Pasir, Museum Mpu Purwa, dan Candi Sumberawan. Semua tempat bersejarah itu memiliki keunikan tersendiri dan kaya akan filosofi luhur. Tapi terkadang penjaga situs bersejarah tersebut kurang mendapatkan pendidikan yang layak.
Berikut aku usulkan langkah-langkah inovatif untuk melestarikan warisan budaya bangsa:
1.      Sosialisasi Benda Cagar Budaya kepada masyarakat daerah sekitar situs sejarah untuk meningkatkan wawasan cinta sejarah.
2.      Pendidikan dan pelatihan gratis untuk para penjaga situs bersejarah agar dapat memahami kaidah benda cagar budaya dengan baik.
3.      Meningkatkan keamanan museum dengan memperbaiki sistem dan sarana keamanan
Ketika semua pihak bekerja sama untuk menjaga warisan budaya dengan baik, aku yakin bangsa kaya budaya ini tidak akan kehilangan lagi aset dan akta “eksistensi” Indonesia. Sehingga ketika ada yang berani menggugat Indonesia secara historis, aku akan berdiri dengan bangga lalu kutunjukkan semua bukti sejarah kami sambil berseru lantang, “Indonesia masih ada.”

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Monolog Waktu

Jangan Buang Putung Rokok Sembarangan

Mengenal Data Tekstual