Keliling Paris van Java
22 Maret 2018
Kami istirahat di RM Kurnia Jatim cabang
Lembang dini hari. Hawa Lembang yang dingin membuatku tidur lagi. Sehabis
mandi, aku segera sarapan di ruang makan khusus kru dan supir. Kami sempat
mencoba kursi pijat listrik, cukup asyik.
Hidungku sudah berhenti meler tapi kepalaku masih pening.
Tiga puluh menit sebelum museum pendidikan
UPI buka, kami sudah menapaki kawasan sekitar
museum yang dihiasi air mancur dan panggung opera terbuka. Gedung
museum berlantai enam dengan bangunan yang modern. Kebanyakan berisi diorama
dan foto-foto kuno. Aku kecapekan jalan kaki tapi begitu semringah ketika
bertemu Mbak Lutfi & Mas Arif. Perjalanan mereka dari ITB ke UPI yang
sebenarnya Cuma lima kilomter terpaksa ditempuh lima
puluh lima menit karena kota Bandung macet. Kami berniat
menunggu rombongan Pak Ari dkk tapi batal karena kami harus menuju destinasi
berikutnya. Para kondektur sempat marah karena menunggu Epen dkk yang sedang ke
Gedung ISOLA, entah untuk apa. Epen punya kebiasaan
memotret setiap toilet tempat wisata. Aku diam saja karena tidak
mau memperkeruh suasana.
Kondekturnya bahkan sampai melarang siapa pun
mengisi baterai di colokan depan padahal
setiap saat aku selalu mengisi baterai
di situ. Dia bilang colokan itu khusus kru transportasi. Padahal chargernya
juga jarang dipakai. Duh, lagunya jelek-jelek. Mending dimatikan saja biar aku
pakai headset. Tak mungkin menyamakan selera lagu semua orang karena pasti
berbeda. Aku lebih suka pop, mereka pecinta dangdut.
Baru saja aku hampir tertidur, kami sampai di
Museum Geologi Bandung. Bangunan kolonial yang berdiri sejak 1867 ini dipenuhi
bebatuan langka, fosil dan artefak. Cocok
untuk mata kuliah Geohistori. Aku kencing dua kali di museum ini. Kami berjalan
tiga ratus meter menuju Gedung Sate, ikon khas Bandung. Akhirnya aku bisa
bertemu rombongan pejabat FIS yang jadi pelopor Museum UM. Kami hanya sempat
berfoto sebentar. Aku harus segera makan siang untuk minum obat. Nasi kotak
untuk dosen memang disendirikan tapi aku tak pernah suka tambahan lauk khusus
dosen yaitu ikan asin, lebih baik diganti telur / tahu saja. Buah bahkan lebih baik dan sehat.
Entah
kenapa aku begitu menikmati menulis bukuharian ketika bus berjalan. Bukannya
aku tak tertarik memerhatikan sekitar tapi aku merasa lebih nyaman. Aku ingin
menemukan kembali semangat dan bakat menulisku. Aku membiasakan menulis apa
saja supaya jiwaku lebih tenang dan positif. Apalagi aku tak dekat dengan satu
pun mahasiswa dalam busku. Canggung. Tapi aku
selalu menjaga hubungan baik kami.
Selanjutnya kami mengunjungi Museum
Konferensi Asia Afrika yang legendaris. Aku juga belum pernah ke sana. Aku
sudah memasukkan novelku ke dalam tas karena tadi aku lupa membawanya saat ke
museum Geologi dan Gedung Sate. Sepertinya honor bukuku masuk ke rekening
karena aku baru saja mendapat SMS banking. Aku ingin membeli sepatu sneaker dan
kemeja flanel yang murah dan bagus di sini.
Kami berjalanan sekitar tiga ratus meter dari
parkiran menuju Museum Konferensi
Asia Afrika. Kami gagal masuk karena kapasitas gedung tidak cukup dan masih
renovasi. Kami berjalan menuju alun-alun dengan kecewa. Setelah menunaikan
salat dhuhur, aku istirahat di masjid sambil menunggu adzan ashar. Kami kembali
ke bus dengan buru-buru karena mendadak gerimis. Aku membeli cimol karena agak
lapar. Aku tidak suka karena teksturnya lebih keras mirip tahu bulat dengan bubuk bumbu.
Sebenarnya
agak susah memakai tablet karena agak lemot dan daya baterai rendah, aku harus
sabar memakainya. Performa tabletku memang sudah menurun walau aku hanya
memakainya untuk menulis di MS. Word / membuka media sosial tapi cukup lancar untuk memutar musik/film/bermain games Candy Crush.
Kami
belanja oleh-oleh khas Bandung di Swalayan Grutty, Cibaduyut. Aku membeli
oleh-oleh untuk Ukik, Nanda, Bintang & Bagas.
Aku membeli sepatu kets merah untuk diriku sendiri. Aku ingin membeli kado
untuk Makin tapi batal karena kakiku capek. Aku kelaparan tapi engan makan pop
mi. Kebanyakan micin bikin mual.
Makan malam di RM Padang Simpang Raya, tepi
Bandung. Sebagian supir
datang telat jadi makanan khusus kru dan dosen belum disediakan. Aku segera
makan dan sholat. Seusai salat, aku baru sadar Juanda dari Off B kesurupan di
depan mushola. Pak Najib dan Ronal meruqyahnya. Aku tak tahu apa-apa soal
menyembuhkan kesurupan. Banyak orang yang turun
tangan. Jadi aku hanya berdoa saja. Perjalanan berlanjut
delapan jam menuju Jogja. Aku ingin segera tidur nyenyak biar batukku lekas
sembuh.
Comments
Post a Comment