Ketika Islam dan Kebangsaan Dipersatukan
Oleh: Moch. Nurfahrul Lukmanul
Khakim, M.Pd
(Dosen Sejarah Universitas Negeri
Malang)
Konflik ideologi yang ramai diperbincangkan
akhir-akhir di Indonesia menjadi hal yang serius untuk dikaji. Media massa
maupun media sosial menjadi wadah pergesekan wacana mengenai Islam dan
Kebangsaan. Masyarakat, terutama generasi muda, perlu diberi pemahaman baru mengenai
posisi Pancasila dalam menjembati Islam dan Kebangsaan. Sarasehan Nasional
bertema ‘Islam dan Kebangsaan’ digelar di Auditorium FMIPA Universitas Negeri
Malang; Rabu, 2 Agustus 2017 untuk mewadahi diskusi untuk menghadapi konflik
ideologi yang meresahkan bangsa Indonesia.
Dua pakar pancasila menjadi
pembicara utama dalam sarasehan ini adalah Anas Saidi dan Ahmad Rosyid Al Atok.
Moderator acara ini adalah Asri Diana Kamilin, Mawapres II UM 2014 sekaligus
jebolan Indonesia Mengajar 2016/2017. Sarasehan ini termasuk serangkaian
kegiatan untuk memeriahkan MTQM Nasional XV 2017 yang diselenggarakan di
Universitas Brawijaya dan Universitas Negeri Malang. Sarasehan nasional
bertujuan untuk membekali para kafilah (sebutan untuk mahasiswa yang jadi
finalis MTQMN) mengenai Indonesia sebagai bangsa yang beragam dan berkesatuan
dalam falsafah pancasila.
Anas Saidi selaku Deputi Bidang Pengkajian dan
Materi UKP PIP mengkritisi tentang kebiasaan membaca yang masih rendah di
Indonesia, terutama pada generasi muda. Dampak dari hal tersebut adalah
masyarakat yang memiliki wawasan yang rendah cenderung mudah terpengaruh
isu-isu sensitif yang berpotensi memecah-belah kebangsaan. Padahal Islam
melalui kitab suci Alquran justru mengutamakan membaca sebagai ibadah yang
utama. Banyak manfaat positif dari membaca yaitu menambah wawasan dan membuat
manusia lebih bijaksana. Pak Anas yang juga berkiprah sebagai Peneliti LIPIdan
Dosen UI telah melakukan penelitian di berbagai negara itu mengakui Indonesia
justru dipuji dunia sebagai negara ideal yang patut dicontoh sebagai negara
mayoritas muslim yang damai dan harmonis.
Ahmad Rosyid Al Atok selaku Kepala
Pusat Pengkajian Pancasila UM mengatakan bahwa pada dasarnya setiap manusia
yang lahir pasti punya ikatan emosi yang berkaitan dengan tanah tempat
kelahiran, tempat tinggal dan lingkungan sosial. Ikatan emosi inilah yang
memunculkan rasa kebangsaan. Dalam Islam, rasa kebangsaan yang berupa cinta
tanah air, menghormati perbedaan, dan hidup bersama itu justru dianjurkan oleh
para pemeluknya. Alquran pada surat An-Nisa ayat 36 sendiri menegaskan larangan
chauvinis atau sombong dan membanggakan diri, artinya umat Islam justru
diwajibkan untuk mensyukuri tanah air sebagai nikmat Allah, mencintai sesama
makhluk, menjalankan syariat Allah serta meneladani sikap dan akhlak Rasulullah
SAW. Isu-isu terorisme yang memojokkan umat Islam sebenarnya juga perlu
dikritisi karena radikalisme bukan hanya mengatasnamakan agama Islam, tapi juga
banyak oknum lain yang punya kepentingan untuk menebar kebencian. Menggalakkan
kebiasaan membaca menjadi salah satu kunci penting bagi generasi muda agar
mampu mawas diri, melakukan autokritik dan menerima masukan positif.
Ratusan peserta sarasehan dari
seluruh penjuru Indonesia mengikuti acara dengan antusias. Pancasila itu
cita-cita bangsa Indonesia. Selayaknya warga Indonesia merawat dan mengenali
isi pancasila agar mampu bertahan sebagai bangsa yang kuat. Telah banyak contoh
negara di Timur Tengah yang hancur karena konflik ideologi berkepanjangan
karena negara-negara terus telah tercerabut dari akar jati diri bangsanya
sendiri.
Dimuat koran Surya: Rabu, 9 Agustus 2017
Comments
Post a Comment