Krisis Lagu Anak-anak



Oleh: M. Nurfahrul Lukmanul K.
(Mahasiswa Universitas Negeri Malang)

Minimnya lagu anak-anak membuat anak-anak terpaksa menikmati lagu-lagu dewasa padahal isi lagu tersebut tidak sesuai dengan pola pikir usia mereka. Lagu-lagu anak-anak saat ini sudah jarang bahkan tidak pernah diperdengarkan di layar kaca. Lagu anak-anak hanya diperdengarkan di sekolah waktu taman kanak-kanak saja. Seolah lagu anak-anak adalah pelajaran yang wajib dihafalkan seperti rumus matematika. Lagu anak-anak justru menjadi asing di kalangan anak-anak sendiri. Anak-anak justru lebih tertarik atau bahkan hapal dengan lagu-lagu dewasa, bahkan dangdut koplo yang (maaf) seringkali isi liriknya sama sekali tidak mendidik.
Sebagai generasi 90-an, saya masih menikmati lagu anak-anak yang ramai disiarkan di berbagai stasiun televise dan radio. Saya benar-benar menikmati masa anak-anak yang indah diiringi lagu anak-anak yang bernada ceria dan jenaka. Ketika saya perdengarkan lagu anak-anak tersebut kepada adik yang berusia enam tahun. Adik saya justru kecewa dan bingung tapi dia hapal kata-kata suram dari lagu-lagu dewasa. Anak-anak tidak bisa disalahkan ketika mereka kesulitan mengenal jati diri sesuai masa pertumbuhan. Siapa pun tidak berhak memaksa anak untuk tumbuh dewasa sebelum waktunya karena secara fisik pun tubuh anak masih belum matang, apalagi secara pemikiran. Semua pihak mulai dari orang tua, sekolah, pemerintah, masyarakat bahkan stasiun layar kaca patut peduli pada krisis lagu anak-anak. Biarkan anak-anak tumbuh sesuai dengan masa perkembangannya dengan mengonsumsi lagu yang sesuai. Apakah tega orang tua membiarkan anak-anak terus mengisi jiwanya dengan lagu-lagu yang tidak mendidik?
dimuat Koran Surya: Sabtu, 9 Januari 2016

Comments

Popular posts from this blog

Monolog Waktu

Jangan Buang Putung Rokok Sembarangan

Mengenal Data Tekstual