Pemuda Jangan Terlena Cara Instan
Oleh: M. Nurfahrul Lukmanul Khakim
(Mahasiswa Universitas Negeri
Malang)
Pemuda sebagai tonggak pembangunan
Indonesia. Pemuda sebagai tumpuan harapan bangsa. Tetapi bagaimana jika pemuda
Indonesia mulai menjadi apatis? Anak muda cenderung menyukai cara-cara yang
instan sehingga sering mengabaikan esensi perjuangan misalnya menyontek saat ujian
nasional atau mengandalkan joki dalam seleksi perguruan tinggi seperti yang
terjadi di Malang. Hanya sedikit anak-anak muda yang berani mengambil resiko
dan memperjuangkan dirinya pada nilai-nilai kemanusiaan. Padahal pemuda banyak
mengisi dinamika politik pada mulai masa kebangkitan 1928 sampai masa Orde
Baru.
Peran pemuda dalam membangun Indonesia
tidak bisa dipandang sebelah mata. Kelumpuhan literasi bagi para pemuda menjadi
isu yang penting untuk diperbaiki dan dijadikan intropeksi bersama. Reformasi
telah memberikan kesempatan pada para pemuda untuk berinovasi membangun negeri
sesuai minat mereka masing-masing. Perubahan ialah suatu keniscayaan. Pemuda
jangan terlena pada cara instan. Sebab kemerdekaan butuh keberanian dan
perjuangan. Sudah saatnya pemuda dan yang lebih tua berjalan beriringan demi
membangun kesejahteraan.
Seminar Nasional ‘Pemuda dan Sejarah Nasional
dalam Perspektif Politik, Sosial-Ekonomi, dan Pendidikan ini mengupas peran
pemuda dalam batang tubuh sejarah Indonesia ini dilaksanakan pada 6 April 2015
di Sasana Budaya UM.
Ratusan mahasiswa Sejarah dari
berbagai daerah di nusantara berkumpul untuk mengikuti pembahasan peran pemuda
dalam arus sejarah nasional yang disampaikan oleh Guru Besar dan dosen Sejarah.
Kehadiran mereka turut memperkuat suasana nasionalisme dalam forum ilmiah
tersebut.
Bapak Hariyono, Guru Besar sekaligus
Wakil Rektor I Sejarah Universitas Negeri Malang, memaparkan kajian tentang
Peran Pemuda dalam Sejarah Politik Indonesia. Anak-anak muda mayoritas tidak
begitu suka dengan perubahan karena mereka kurang peka terhadap masalah. Anak
muda cenderung menyukai cara-cara yang instan sehingga sering mengabaikan
esensi perjuangan. Hanya sedikit anak-anak muda yang berani mengambil resiko
dan memperjuangkan dirinya pada nilai-nilai kemanusiaan. Padahal pemuda banyak
mengisi dinamika politik pada mulai masa kebangkitan 1928 sampai masa Orde
Baru. Saat ini pemuda khususnya mahasiswa sejarah hendaknya tidak hanya mencari
data kemana-mana, tetapi lebih berani berkarya dan menjejakkan karya dimana-mana.
Renungan serupa disampaikan Bapak
Abdul Wahid, Dosen Sejarah Universitas Gadjah Mada. Pemahaman historis tentang
sejarah Indonesia masih belum utuh dan lengkap. Pemuda harus percaya jika bahwa
eksistensi mengawali esensi maka manusia menjadi bertanggungjawab atas
hidupnya. Pemuda sekarang lebih bebas bereksperesi berbeda dengan pada 3
Januari 1973 ketika pemerintah melarang mahasiswa berdiskusi atau protes pada
pemerintah. Pemuda sekarang harus lebih peka, kreatif dan bertanggungjawab
dalam memperlakukan ide dan tindakannya sebagai pelajaran untuk membangun
bangsa.
Kajian dalam perpektif pendidikan
dikemukakan oleh Bapak Daya Negeri Wijaya, dosen Universitas Negeri Malang. Sosok
Mochtar Lubis diangkat sebagai sosok figur yang berkarakter idealis, humanis,
dan jujur dalam memperjuangkan Indonesia. Mochtar Lubis telah menjadi teladan
dan penasehat para pemuda pada saat itu dalam menyusun langkah memperjuangkan
negara. Hal ini untuk menjawab keraguan pemuda masa kini tentang kelumpuhan
hubungan pemuda dan orang yang lebih tua. Terlepas dari segala isu
kontroversialnya, Lubis dikenal sebagai obor ketika negara sudah membelot dari
tujuan yang sebenarnya.
Peran pemuda dalam membangun
Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Kelumpuhan literasi bagi para
pemuda menjadi isu yang penting untuk diperbaiki dan dijadikan intropeksi
bersama. Reformasi telah memberikan kesempatan pada para pemuda untuk
berinovasi membangun negeri sesuai minat mereka masing-masing. Perubahan ialah
suatu keniscayaan. Pemuda jangan terlena pada cara instan. Sebab kemerdekaan
butuh keberanian dan perjuangan. Sudah saatnya pemuda dan yang lebih tua
berjalan beriringan demi membangun kesejahteraan.
dimuat koran Surya: Jum’at, 15 Mei
2015
Comments
Post a Comment