Menapaki Petilasan Ranggalawe

Oleh: M. Nurfahrul Lukmanul Khakim
(Mahasiswa Universitas Negeri Malang)

Pintu Petilasan Makam Ranggalawe 
            Jejak Ranggalawe sebagai pahlawan atau pemberontak menarik untuk ditelusuri. Sosoknya yang gigih dan berkomitmen tinggi pada negara layak untuk dijadikan inspirasi pembelajaran cinta tanah air kini. Di sebuah makam yang sunyi di tengah kota Tuban, petilasan Ranggalawe bersemayam dengan damai.

            Kisah Ranggalawe begitu melegenda. Ranggalawe menuntut keadilan saat Empu Nambi diangkat sebagai patih amangkubumi. Ranggalawe merasa lebih berhak mendapat jabatan itu karena dia banyak berjasa dalam pembukaan hutan Tarik dan pengusiran tentara Tar-tar serta dia adalah putera Arya Wirajaya, yang telah banyak membantu Nararya Sangramawijaya sekaligus salah seorang sahabat pembesar majapahit. Jasa Empu Nambi dianggap tidak sebesar jasa Ranggalawe yang banyak bergelut di lapangan.
            Akibat kekecewaan tersebut, Ranggalawe kembali ke Tuban dengan dendam. Usaha Wirajaya, ayahnya untuk menginsyafkannya gagal. Ranggalawe bertekat memberontak karena menganggap dengan cara inilah kekecewaannya akan didengar oleh Raja Majapahit.
            Di tepi sungai Tambak Beras, Ranggalawe dikalahkan oleh Ki Mahesa Anabrang, panglima perang Majapahit yang baru pulang dari seberang, yang sudah terbiasa melihat banjir darah serta berlayar di lautan darah. Majapahit berduka atas wafatnya sosok pejuang hebat asal Tuban itu.
Kondisi Pendharmaan
            Sebuah makam di kota Tuban dipercaya oleh penduduk sekitar sebagai makam Ranggalawe. Tetapi tidak ada sumber sejarah dan bukti peninggalan lain yang mendukung makam tersebut adalah makam mantan adipati Tuban itu. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata tidak berani membenarkan atau menyanggah keberadaan makam tersebut karena berbagai alasan. Makam Ranggalawe yang ada sekarang terletak di sebuah lahan pemakaman Islam. Padahal semasa hidupnya, Ranggalawe adalah seorang Hindu. Sedangkan menurut cerita para leluhur, dipercayai dulu abu jenasah Ranggalawe sebagian dilarung di laut dan sebagian lagi didharmakan di makam tersebut. Sejak perkembangan Islam yang pesat, makam Ranggalawe kemudian diislamkan oleh penduduk sekitar. Semua keterangan ini penulis dapat saat wawancara dengan juru kunci makam Ranggalawe, Bapak Rofik Yulistiono. Makam tersebut mungkin untuk menunjukkan bukti eksistensi Ranggalawe sesungguhnya sekaligus sebagai monumen dalam mengenang jasa-jasa Sang Adipati kedua Tuban tersebut.
Pintu makam yang bernuansa Kejawen

            Selain itu, untuk mengenang kebesaran Ranggalawe, di Tuban juga dibangun banyak monumen dengan figur kuda hitam. Salah satu patung monumen tersebut ada di Alun-alun kota Tuban sekarang ini. Bahkan di lambang kabupaten Tuban pun sudah melekat ciri khas Ronggolawe yaitu kuda hitam. Ini membuktikan bahwa masyarakat Tuban akan selalu menghormati dan meneladani nilai-nilai kepahlawanan Ranggalawe. Bagi masayarakat, monumen dan makam tersebut merupakan implementasi kebanggaan mereka terhadap Ranggalawe. Bagi mereka, monumen Ranggalawe yang akan selalu berdiri di relung hati masyarakat Tuban.
dimuat koran Surya: Sabtu, 4 April 2015

Comments

Popular posts from this blog

Monolog Waktu

Jangan Buang Putung Rokok Sembarangan

Mengenal Data Tekstual