Lomba Abal-abal Marak Beredar
Oleh: M.
Nurfahrul Lukmanul K.
(Mahasiswa
Universitas Negeri Malang)
Lomba seharusnya menjadi ajang untuk
mengapresiasi karya para peserta, bukan malah membuat peserta rugi. Kebanyakan
lomba seperti ini beredar di media sosial. Lomba abal-abal seperti ini biasanya
bertema lomba kepenulisan. Kenapa? Karena menulis dianggap hal yang paling
mudah dilakukan oleh kebanyakan orang di media sosial. Modus lomba ini mengincar
para peserta dari para penulis amatir atau penulis muda yang masih mencari nama
atau belum banyak pengalaman. Peserta lomba seperti ini bisa mencapai ratusan
bahkan ribuan.
Hadiah yang ditawarkan yang ditawarkan
kadang hanya berupa pulsa berkisar Rp10000 sampai Rp25000 sampai voucher
belanja. Padahal peserta diminta membayar dengan biaya yang tidak murah
berkisar Rp15000 sampai Rp100000. Ketika karya-karya peserta telah terkumpul
dan dibukukan, peserta justru diminta membayar sebagai kontributor untuk
memeroleh buku tersebut. Padahal buku tersebut juga dijual secara komersil oleh
panitia lomba. Hal itu tentu tidak menghargai jerih payah peserta dalam membuat
karya. Kadang panitia lomba menjanjikan sertifikat tapi setelah pengumuman
pemenang, panitia tidak jelas kabarnya. Saya dan kawan-kawan pernah mengalami
hal merugikan tersebut. Bagi siapa pun yang mengadakan lomba serupa, berhenti
memeras karya-karya peserta dengan apresiasi yang dangkal. Kalau bukan orang
Indonesia sendiri yang menghargai karya anak bangsa, siapa lagi?
Dimuat koran Surya: Senin, 18 Januari 2015
Comments
Post a Comment