Membuka Tabir Perempuan Perkasa Jawa
Oleh: Mohc. Nurfahrul Lukmanul
Khakim
(Mahasiswa Sejarah Universitas
Negeri Malang)
Perempuan Jawa yang dikenal
lemah-lembut ternyata menyimpan ambisi dan kekuatan yang tak terduga. Hasil
kajian sejarah baru-baru ini ternyata mengejutkan banyak pihak. Selama ini
peran perempuan Jawa dalam perjuangan bangsa Indonesia sering disepelekan. Para
perempuan Jawa seperti Kartini tidak kalah dengan kehebatan tokoh dunia lainnya
seperti Bunda Theresia atau bahkan Aung San Suu Kyi. Kartini memiliki pola
pikir visioner yaitu jenis pemikiran
dan tindakan yang melebihi zamannya sehinga perjuangannya masih terasa sampai
saat ini. Namun sayang hanya Kartini yang dikenang sejarah sebagai perempuan
perkasa padahal masih banyak perempuan perkasa asal Jawa yang belum dikenal
dunia.
Sebuah diskusi buku ‘Perempuan-perempuan
Perkasa di Jawa Abad 18-19’ karya Peter Carey dan Vincent Houben yang
berlangsung pada 02/09/2016 memberi wacana baru tentang tabir perempuan Jawa.
Diskusi ini diisi oleh para pemateri antara lain Peter B. R. Carey (Sejarawan
Universitas Oxford Inggris), Aji Prasetyo (Komikus Sejarah), dan Nurenzia
Yanuar S. (Kandidat Ph.D Universitas Leiden Belanda). Suasana kafe pustaka
Universitas Negeri Malang itu lebih meriah dari biasanya karena membanjiri
kursi sampai meluber ke jalanan, terlihat jelas rasa antusias masyarakat
mengenai peran para perempuan perkasa dari Jawa.
Pak Peter yang fasih berbahasa
Indonesia menceritakan berbagai peran perempuan Jawa dimulai dari perjuangan
heroik tujuh perempuan istri Diponegoro. Para perempuan tersebut lah yang
mendorong dan memberi kekuatan perjuangan panjang Diponegoro melawan Belanda. Autotype Diponegoro ialah Kartini.
Perjuangan mereka memiliki benang merah yang sama yaitu berakhir tragis walau
inspiratif. Istri kontrak dan perempuan penghibur menawarkan petualangan
sensual bagi dunia barat pada masa kolonial Belanda. Kiprah istri kontrak dan perempuan penghibur ternyata
menjadi inspirasi pelukis-pelukis terkenal antara lain: William Daniel. Ratu
Ageng, permaisuri Pakubuwono VI dan Ibusuri Pakubuwono IX diasingkan ke Ambon
karena melarang modernisasi di kalangan keraton demi mempertahankan adat
istiadat dan kearifan lokal. Dalam dunia kolonial, perempuan tak akan punya
tempat di kalangan umum karena perempuan hanya ditempatkan untuk urusan pribadi
saja. Nyi Ageng Serang salah satu keturunan Diponegoro justru pernah menjadi
panglima perang dan berpengaruh di kalangan keraton. Sampai peran Islam pada
perempuan Indonesia akhirnya membuka babak baru ditandai dengan berdiri Sekolah
Diniyah Putri tahun 1915 di Sumatera Barat.
Bu Renzi yang membedah buku tersebut
terpukau dengan gambar sampul buku yang menggambarkan tragedi mengerikan tapi
dilukis dengan indah. Lukisan tentang eksekusi istri Amangkurat itu seolah
ingin mengatakan bahwa perempuan Jawa itu penuh tanggungjawab atas segala
tindakannya. Selama ini para cendikiawan dan penulis barat cenderung melihat
bangsa Jawa sebagai bangsa yang lemah dan lembut dari sudut pandang
orientalisme. Perempuan jawa sebagaimana dikutip dalam sebuah buku sastra
kolonial berjudul Hindia Suci
menerangkan tokoh Raden Ayu yang seperti boneka cantik yang meniadakan
keberadaannya, tipe perempuan elok tapi berotak kosong. Pandangan barat ini
yang selama ini membelenggu pandangan kita sendiri sebagai warga Indonesia
terhadap perempuan Jawa. Padahal para perempuan Jawa juga berperan dalam otak
pemberontakan dan pengatur keuangan.
Pak Aji menyimpulkan benang merah
mengenai peran perempuan Jawa yang ternyata luar biasa besar. Peran besar
perempuan Jawa ini terabaikan karena kombinasi budaya patrilianial dan sistem
kolonial yang pernah bercokol selama ratusan tahun di Indonesia. Di balik
kejayaan tokoh laki-laki terkemuka seperti Diponegoro, pasti ada sosok-sosok
perempuan hebat yang menopang kehidupan lahir-batinnya. Banyak jasa perempuan
Jawa yang belum tercatat sejarah menunjukkan bahwa perjuangan mereka setara
dengan kaum laki-laki. Refleksi dari kegiatan ini selayaknya menjadi motivasi
baru bagi para perempuan Indonesia lainnya untuk terus berjuang melalui bidang
masing-masing demi kemajuan bangsa.
Dimuat Koran Surya: Rabu, 7 September 2016
Comments
Post a Comment