Karena Kita Tak Sempurna
Rasanya pasti sangat menyenangkan jika kita bisa menghapus orang-orang yang sering menyakiti kita semudah mengapus teman dalam facebook atau tweeter. Tinggal klik, and it’s already gone.
Tapi hidup tidak seperti itu. Dalam hidup, semuanya butuh proses.
Memang sangat menyebalkan kalau tiap hari kita harus bertemu dengan orang itu, mendapati tatapan dan rasa terindtimidasi yang melelahkan hingga kita ingin sekali melenyapkan dia dengan sinar laser :#. Kita tidak bisa selamaanya seperti ini.
Kita harus berjuang dan bangkit. Tapi gimana caranya?
Mantan pcara teman saya adalah cewek junkies, semua yang jelek-jelek ada di cewek itu. Padahal cewek itu cantik, tapi karena dia pacaran sama cowok yang nggak bener. Dia malah ketularan sama cowoknya itu dan merusak tubuh dan pikirannya dengan pergaulan bebas, alkohol, dan narkoba.
Awalnya, teman saya sangat menyesali dan membenci mantannya itu. Tapi dia nggak bisa selamanya seperti itu kan? Toh, mantannya itu juga cewek biasa. Manusia biasa. Sama-sama mahluk Tuhan. Sering khilaf dan lupa.
Teman saya tercenung. Urusan kenakalan itu adalah urusan dia dan Tuhannya. Sedangkan kenapa dia harus pusing jika mantan ceweknya itu berubah jadi nakal?
Apakah kita akan kudisan jika kita tetap menjalin silaturahmi dengan seorang junkies?
Apakah kita tiba-tiba jatuh miskin cuma karena menyapa mantan kita yang rusak moralnya?
Tidak separah itu. Mereka masih manusia. Mereka juga butuh perhatian dan sosialisasi. Diperhatikan dan dihargai. Sama seperti kita menginginkan orang lain menghargai kita.
Akhirnya, lebaran kemarin teman saya itu menyempatkan diri untuk bersilaturahmi dengan sang mantan. Semua berjalan harmoni. Sang mantan jadi lebih terbuka. Keluarga mereka juga menyambut kedatangannya dengan hangat. Sesederhana itu.
Yang perlu kita rubah sebenarnya adalah satu: pola pikir kita. Buka hati kita. Di sini lah pentingnya berpikir positif.
Kita memang tidak bisa menghapus sang mantan kita dari kehidupan kita, tapi kita bisa mengatur ulang pola pikir kita tentangnya. Mudah kok. Tapi semua itu butuh proses. Pelan-pelan.
Jadi teteup jaga pikiran positif, oke?
021010
Fahrul Khakim
Tapi hidup tidak seperti itu. Dalam hidup, semuanya butuh proses.
Memang sangat menyebalkan kalau tiap hari kita harus bertemu dengan orang itu, mendapati tatapan dan rasa terindtimidasi yang melelahkan hingga kita ingin sekali melenyapkan dia dengan sinar laser :#. Kita tidak bisa selamaanya seperti ini.
Kita harus berjuang dan bangkit. Tapi gimana caranya?
Mantan pcara teman saya adalah cewek junkies, semua yang jelek-jelek ada di cewek itu. Padahal cewek itu cantik, tapi karena dia pacaran sama cowok yang nggak bener. Dia malah ketularan sama cowoknya itu dan merusak tubuh dan pikirannya dengan pergaulan bebas, alkohol, dan narkoba.
Awalnya, teman saya sangat menyesali dan membenci mantannya itu. Tapi dia nggak bisa selamanya seperti itu kan? Toh, mantannya itu juga cewek biasa. Manusia biasa. Sama-sama mahluk Tuhan. Sering khilaf dan lupa.
Teman saya tercenung. Urusan kenakalan itu adalah urusan dia dan Tuhannya. Sedangkan kenapa dia harus pusing jika mantan ceweknya itu berubah jadi nakal?
Apakah kita akan kudisan jika kita tetap menjalin silaturahmi dengan seorang junkies?
Apakah kita tiba-tiba jatuh miskin cuma karena menyapa mantan kita yang rusak moralnya?
Tidak separah itu. Mereka masih manusia. Mereka juga butuh perhatian dan sosialisasi. Diperhatikan dan dihargai. Sama seperti kita menginginkan orang lain menghargai kita.
Akhirnya, lebaran kemarin teman saya itu menyempatkan diri untuk bersilaturahmi dengan sang mantan. Semua berjalan harmoni. Sang mantan jadi lebih terbuka. Keluarga mereka juga menyambut kedatangannya dengan hangat. Sesederhana itu.
Yang perlu kita rubah sebenarnya adalah satu: pola pikir kita. Buka hati kita. Di sini lah pentingnya berpikir positif.
Kita memang tidak bisa menghapus sang mantan kita dari kehidupan kita, tapi kita bisa mengatur ulang pola pikir kita tentangnya. Mudah kok. Tapi semua itu butuh proses. Pelan-pelan.
Jadi teteup jaga pikiran positif, oke?
021010
Fahrul Khakim
Comments
Post a Comment